bogorplus.id – Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PSI, Francine Widjojo, tetap kukuh menolak usulan menjadikan Pulau Tidung Kecil di Kepulauan Seribu sebagai objek wisata pulau kucing. Francine menegaskan bahwa pulau tersebut adalah area konservasi perairan serta kawasan penting bagi provinsi.
Francine membantah pendapat pihak yang mendukung rencana tersebut dengan alasan bahwa Pulau Tidung Kecil tidak termasuk dalam kawasan konservasi. Menurut dia, hal ini merujuk pada Pasal 70 ayat 2 Perda DKI Jakarta Nomor 7 Tahun 2024 mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
“Jelas disebutkan di Perda DKI Jakarta nomor 7 tahun 2024 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah,” ungkap Francine kepada media, Minggu (1/6/2025).
Ia menjelaskan bahwa dalam Perda tersebut ditentukan luas kawasan konservasi perairan sekitar 1.337 hektare di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, yang mencakup Pulau Damar Kecil, Pulau Karang Beras, Pulau Pari, Pulau Payung Besar, Pulau Payung Kecil, Pulau Tidung Besar, Pulau Tidung Kecil, dan Pulau Air.
Dalam Pasal 94 ayat 1 Perda RTRW juga diungkapkan bahwa Kawasan Pulau Tidung Kecil merupakan kawasan penting bagi provinsi berdasarkan fungsi dan kemampuan lingkungan hidup. Selain itu, pulau ini juga diarahkan sebagai area perlindungan biota demi upaya konservasi.
“Jadi tidak benar kalau Pulau Tidung Kecil disebut hanya masuk zona wisata dan bukan wilayah konservasi,” tegas Francine.
“Artinya keseluruhan flora dan fauna di kawasan tersebut harus dijaga kelestariannya,” tambahnya.
Francine juga mengingatkan bahwa pada tahun 2019, Dinas KPKP Provinsi DKI Jakarta telah melepaskan 55 Burung Kutilang di Kawasan Konservasi Pulau Tidung Kecil agar ekosistemnya tetap terjaga.
Ia juga menyampaikan bahwa kucing adalah predator yang datang dari luar yang dapat mengancam spesies hewan lainnya, termasuk burung, mamalia, reptil, serangga, serta, penyu hijau dan amfibi.
“Mereka dapat menjadi ancaman bagi konservasi,” kata Francine.
Sebagai tempat agrowisata sekaligus kawasan konservasi laut, Pulau Tidung Kecil juga disebutnya sebagai lokasi penangaran penyu sisil, pemeliharaan ikan paus sperma, budidaya ikan laut, penanaman bibit mangrove, dan pengembangan tanaman Sukun Botak.
“Ada kebun bibit karang di Pulau Tidung Kecil yang dikelola oleh Pusat Budidaya dan Konservasi Laut berbentuk Unit Pelaksana Teknis di bawah Dinas KPKP Provinsi DKI Jakarta,” jelas Francine.
Aktivis kesejahteraan hewan tersebut juga menunjukkan kekhawatirannya tentang kondisi unik Kepulauan Seribu bila dibandingkan dengan Jakarta. Francine menyatakan bahwa kucing yang hidup berdampingan dengan manusia memiliki akses terhadap beragam sumber makanan yang lebih banyak dibandingkan dengan yang ada di alam liar.
“Apalagi di pulau-pulau kecil yang bukan kawasan pemukiman. Kita tidak bisa menyamakan kondisi kucing di wilayah lain di Jakarta dengan jika sejumlah besar kucing dilepaskan di Pulau Tidung Kecil,” jelas Francine.
Lebih jauh, jika sejumlah besar kucing dirilis di Tidung Kecil, Francine khawatir ekosistem pulau tersebut akan mengalami kerusakan, kekhawatiran ini juga disampaikan oleh komunitas Bird Watching yang sering melakukan pengamatan burung di Pulau Seribu.
“Mereka dapat memangsa satwa di sana, termasuk burung-burung yang tinggal maupun yang tengah melintasi pulau tersebut,” imbuhnya.
“Mereka harus dirawat dan dijaga kesehatannya, padahal Jakarta saat ini baru memiliki satu pusat kesehatan hewan di Jakarta Selatan yang jaraknya jauh dari Kepulauan Seribu,” ujarnya.
Ia mencatat bahwa populasi kucing liar di Jakarta diperkirakan mencapai 1,5 juta ekor. Menurutnya, upaya relokasi justru akan berdampak pada peningkatan populasi yang mungkin akan bertambah dua kali lipat.
“Jika 1,5 juta kucing liar di daratan Jakarta dipindahkan ke pulau kucing di Kepulauan Seribu, maka bisa jadi 1,5 juta kucing liar baru akan mengisi lokasi awal. Akibatnya jumlah keseluruhan mencapai 3 juta kucing liar di Jakarta. Selain itu, bila kucing direlokasi, bisa jadi justru bermunculan tikus-tikus yang lebih berbahaya untuk kesehatan manusia,” tambah Francine lagi.
Dengan ini, Francine berhadap dana yang dialokasikan untuk pulau kucing bisa digunakan untuk memperbaiki pelayanan kesehatan hewan yang mencakup lebih banyak masyarakat Jakarta, baik dalam akses, jarak, maupun biaya.
“Misalnya dengan menyediakan satu puskeswan di tiap kota di Jakarta, penambahan tenaga medis di Puskeswan Ragunan sehingga bisa menyediakan layanan gawat darurat 24 jam, serta meningkatkan Puskeswan Ragunan menjadi Rumah Sakit Hewan pertama milik daerah di Jakarta yang berstandar internasional,” paparnya.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung mempertimbangkan untuk membuka destinasi wisata pulau kucing di Pulau Seribu, Ia juga memberikan contoh Jepang yang telah melakukannya.
“Kalau memang nanti bisa kita wujudkan, maka itu juga bisa jadi revenue bagi Pulau Seribu, untuk orang datang kemudian menikmati wisata kucing,” ucap Pramono di Balai Kota Jakarta, Kamis (13/3).
“Jadi gagasan mengenai pulau kucing sebenarnya bukan hal yang baru. Di Jepang itu sudah dilakukan. Dan pulau kucing di Jepang itu menjadi tempat tujuan wisata yang luar biasa,” tuturnya.